Saat ini Tiongkok berambisi untuk menjadi kekuatan terbesar bukan hanya di Asia, tapi juga di Dunia. Dengan perkembangan tercepat, tumbuh dan laju dengan transformasi dramatis yang tidak terbayangkan 50 tahun sebelumnya.
Setiap orang Tiongkok menginginkan Tiongkok yang kuat dan kaya. Sebuah negara yang sama makmur, maju dan berkompeten secara teknologi seperti Amerika, Eropa dan Jepang.
Orang-orang Tiongkok menyimpulkan bahwa strategi terbaik mereka adalah membangun masa depan yang kuat dan makmur, dan menggunakan pekerja mereka yang berjumlah besar serta semakin terampil dan berpendidikan.
Mereka paham bahwa pertumbuhan negara mereka masih tergantung pada impor, termasuk energi, bahan mentah, dan makanan. Untuk itulah mereka penuh perhitungan setiap kali menancapkan strategi untuk negaranya.
Para pemimpin Tiongkok belajar untuk menghindari kesalahan seperti yang dilakukan Jerman dan Jepang di abad lalu. Kompetisi mereka untuk memperebutkan kekuasaan, pengaruh, dan sumber daya yang berujung pada dua perang mengerikan.
Dengan begitu Tiongkok menganggap bahwa berkompetisi dengan Amerika dalam hal persenjataan mereka akan kalah dan bangkrut. Mereka akan menghindari tindakan apa pun yang akan memperburuk hubungan dengan AS.
Karena menurut mereka, menantang kekuasaan yang lebih kuat dan superior dalam bidang teknologi seperti AS akan menggagalkan “kebangkitan damai” mereka.
Tiongkok memperhitungkan bahwa mereka masih membutuhkan sekitar 30 sampai 40, mungkin 50 tahun masa tenang dan damai untuk mengejar, membangun sistem mereka, mengubahnya menjadi sistem komunis menjadi sistem pasar.
Untuk menjadi kompetitif, Tiongkok fokus pada pendidikan generasi mudanya, memilih yang tercerdas untuk sains dan teknologi, diikuti ekonomi serta manajemen bisinis.
Penekanan Tiongkok terletak pada perluasan pengaruh mereka melalui ekonomi. Dalam hal geopolitik, sekarang mereka lebih menggunakan diplomasi dalam kebijakan luar negeri mereka.
Namun, Tiongkok tidak akan pernah memilih menjadi negara demokrasi liberal. Jika mereka melakukannya, mereka akan runtuh. Untuk mencapai modernisasi Tiongkok, para pemimpin komunisnya siap mencoba semua dan setiap cara, kecuali demokrasi.
Tiongkok saat ini tidak lepas dari Xi Jinping, Presiden Republik Rakyat Tiongkok. Lee Kuan Yew memandang Xi Jinping sekelas Nelson Mandela. Seseorang dengan stabilitas emosi yang luar biasa, yang tidak membiarkan kemalangan pribadi atau penderitaannya mempengaruhi penilaiannya.
“Untuk mencapai modernisasi Tiongkok, para pemimpin komunisnya siap mencoba semua dan setiap cara, kecuali demokrasi.”
Lee Kuan Yew