Para pemimpin yang khianat dapat merusak dunia dan perusahaan. Sedangkan para pemimpin yang jujur dapat melindungi dunia dan perusahaan dengan kearifan mereka. Faktanya, kemerosotan yang terjadi di masyarakat terjadi begitu cepat melebihi cepatnya kokok ayam di pagi hari.
Dunia harus berubah dan mesti dikembangkan prinsip kepemimpinan melalui kearifan sufi. Saat ini, bukan guru manajemen yang dibutuhkan, melainkan wali manajemen. Sebab, kita tidak hanya membutuhkan kecerdasan dan pengetahuan tentang manajemen, tetapi juga bijakan dan kebajikan dalam kepemimpinan.
Sufisme dikenal sebagai kekuatan jiwa atau spiritualisme. Para sufi sangat memahami, bahwa kejujuran merupakan inti kepemimpinan. Sebab hatinya tidak mudah tergoda dengan bujuk rayu dunia. Maka, para pemimpin sejati tidak pernah mengakui dirinya sebagai pemimpin yang hebat.
Kepemimpinan sejati terletak dalam kearifan, kesederhanaan, dan kerendahan hati. Arogansi dan egoisme tidak punya tempat dalam kepemimpinannya.
Maka, pemimpin sudah seharusnya berani mengakui kesalahan apabila ia bersalah dan berani bertanggung jawab atas segala keputusan yang diambilnya.
Sehingga, kekuatan sufi ialah kekuatan penuntun yang memimpin dari hati. Jika seseorang hanya memimpin dengan kecerdasan akal, maka yang terjadi justru upaya-upaya untuk menghalalkan segala cara.
Jika hati Anda adalah hati seorang sufi, Anda tidak akan tega membohongi orang lain, terlebih lagi membohongi diri sendiri. Anda tidak akan curang.
Meskipun Anda memimpin organisasi bisnis, keuntungan perusahaan yang berhasil diraih bukanlah dari jalan kepalsuan. Begitu juga ketika Anda menjadi pemimpin organisasi atau pemerintahan, apa pun yang Anda kerjakan bukanlah pencitraan diri. Sebab para sufi tidak mengedepankan “tampilan luar” (tidak berharap pujian orang lain).
Artinya, saat Anda menjadi pemimpin, lebih baik mati daripada hidup menanggung malu (karena berbuat dosa). Lebih baik gagal meraih impian daripada sukses secara curang. Sebab Anda paham sekali, bila kelicikan selalu menggiring pada bunuh diri dalam jangka panjang. Sehingga Anda memahami komitmen tersebut sebagai pondasi spiritual Anda.
Hati seorang pemimpin tidak memiliki tempat untuk kebencian. Bahkan kepada musuh pun, Anda semestinya tetap menghormatinya. Anda berdiri dengan ksatria dan mengajak orang yang membenci Anda sebagai teman. Anda tetap berdiri kokoh untuk mewujudkan persatuan, bukan sekadar untuk membuat monumen (keangkuhan) pribadi.
"Jika engkau tidak dapat bekerja dengan cinta -hanya dengan kebencian- sebaiknya tinggalkan pekerjaanmu. Duduklah di gerbang kuil dan mintalah sedekah dari mereka yang bekerja dengan gembira!”
Kahlil Gibran