Setiap orang beriman memiliki rasa cinta kepada Penciptanya. Namun kadar cinta setiap manusia berbeda-beda. Perbedaan kadar cinta ini disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya
Semakin kuat frekuensi hubungan manusia dengan dunia, apalagi sampai menjadikan dunia sebagai tujuan hidupnya, maka ini akanmembuat rasa cintanya pada Alloh semakin memudar.
Manusia harus mengambil jarak dengan dunia dan mengeluarkan cinta kepada selain Alloh dari dalam hatinya.
Salah satu yang melemahkan rasa cinta manusia pada Alloh adalah menguatnya rasa cinta mereka pada dunia dan segala isinya—termasuk di antaranya harta, tahta, dan keluarga—tanpa dilandasi cinta kepada-Nya.
Salah satu cara untuk berjarak dengan urusan dunia adalah dengan menjalani hidup dengan sikap zuhud. Apa itu zuhud?
Ali bin Abi Tholib mengatakan, Alloh telah memberikan batasan terhadap zuhud di dalam Al Quran, yaitu “Agar kamu tidak bersedih hati terhadap kehilangan dan tidak pula terlalu bergembira terhadap apa yang diberikan” (Al-Hadiid:23)
Zuhud bukan sikap ekstrem, di mana manusia menjauhi hidup dan kemapanan dunia. Zuhud adalah saat kita meletakkan dunia dan segala isinya di tangan kita, bukan di hati kita.
Dengan bersikap zuhud, seseorang tidak akan takut untuk kehilangan dunia. Ia juga tidak lantas menyuarakan euforia saat menerima rizki dan kesenangan dunia.
Menjaga intensitas hubungan dengan Alloh dapat kita lakukan dengan memperhatikan tanda-tanda kekuasaan Alloh di alam sekitar kita.
Merasakan kekuasaan dan keagungan Alloh melalui keindahan dan keajaiban ciptaanNya bisa membuat kita merasa kerdil di tengah keluasan alam raya, lalu menumbuhkan mahabbah (cinta) pada Alloh sang Maha Segala.
Namun masih banyak manusia yang tidak mampu merasakan keagungan dan kebesaran Alloh dari berbagai tanda-tanda kekuasaanNya. Hal ini disebabkan oleh berbedanya penyebab cinta bagi masing-masing individu.
Ada manusia yang mencintai Alloh karena kebaikan dan kemurahan yang ia rasakan, namun akan lemah cintanya saat Alloh mengujinya dengan kekurangan.
Atau mungkin sebaliknya, seseorang bisa berlari mendekati Alloh tatkala ia ditimpa ujian, namun begitu musibah yang ia hadapi selesai, perlahan ia mundur meninggalkan Alloh dan kembali sibuk mengejar dunia.
Cinta sejati tentu bukan seperti ini. Dalam suka dan duka selayaknya cinta kepada-Nya tetap ada, karena Dialah yang Maha Tahu segala yang terbaik untuk kita.