Cerita pemberontakan bermula dari adanya dokumen rahasia yang simpang siur kebenarannya. Dalam dokumen tersebut dikatakan bahwa Daud Beureueh masuk dalam daftar hitam tokoh perlawanan dari Serambi Mekkah. Rumor pembunuhan itu membuat Daud Beureuh segera mengacungkan kapak perang.
Namun, Daftar hitam bukanlah satu-satunya alasan terjadinya pemberontakan. Daud Beureueh yang merupakan Tokoh gigih pejuang kemerdekaan, merasa dikhianati oleh Soekarno dengan dibubarkannya Divisi X TNI Aceh dan dicabutnya status provinsi Aceh.
Aceh dipaksa lebur dengan Provinsi Sumatera Utara.Gubernur baru pun segera dilantik dan Medan ditetapkan sebagai ibu kota pemerintahan. Dimana keputusan ini secara tidak langsung melengserkan dengan tidak sopan jabatan Daud Beureueh sebagai Gubernur Jenderal kawasan Aceh, Langkat dan Tanah Karo saat itu.
Kesumat semakin membara karena janji Soekarno untuk memberi wewenang khusus Aceh dalam menjalankan pemerintahan tak kunjung dipenuhi. Sejak kemerdekaan RI, Aceh merasa dipinggirkan oleh penguasa Republik. Kondisi ekonomi dan pendidikan morat – marit tidak mendapat perhatian. Daud Beureuh menganggap Jakarta hanya sibuk bertikai dalam sistem politik parlementernya.
Itulah kenapa kemudian Daud Beureueh bergandengan dengan Kartosoewirjo, pemimpin kelompok Darul Islam Jawa Barat, yang lebih dulu mengibarkan bendera perang terhadap kekuasaan pusat. Kemarahannya juga mendapat dukungan masyarakat Aceh. Puncaknya adalah pembuatan maklumat perang dan menyebarkan ke seluruh desa.
Jakarta juga tidak tinggal diam. Soekarno datang ke Aceh untuk mendinginkan suasana, Hatta pun berupaya berunding dengan Daud Beureueh. Namun semua sia-sia. Pertempuran pun tidak dapat dihindarkan.