Setelah berusia 6 bulan, seorang anak mulai mendapat makanan pendamping ASI (MPAKSI).
Alergi makanan terjadi ketika alergen yang terdapat dalam makanan masuk melalui saluran cerna, lalu mencetuskan reaksi, baik di saluran cerna, napas, kulit, atau sistem kardiovaskular.
Cirinya bisa beragam: gatal di kulit, lidah terasa tebal, bibir bengkak, ingus, sesak napas, saluran cerna bermasalah (mual, diare, nyeri) dan lainnya.
Terdapat delapan jenis pemicu alergi pada makanan: susu, telur, kacang, kedelai, gandum, ikan, kacang pohon (kenari dan mete), dan kerang-kerangan (berikut udang).
Umumnya seiring bertambah usia, anak yang semula alergi protein susu sapi, akan hilang alerginya.
Debu, rontokan hewan, serbuk sari, asap rokok, suhu dingin serta udara kering bisa memicu timbulnya asma. Demikian juga dengan makanan/minuman dingin, penyedap rasa, pewarna dan pengawet makanan.
Tak ketinggalan aktivitas fisik yang berlebihan juga dapat memicu asma.
Waspadalah jika anak sering batuk saat bermain, tertawa serta menangis. Perhatikan pula jika batuk telah dialami selama tiga minggu lebih (batuk kronik), mudah lelah saat bermain, frekuensi napas lebih cepat dibandingkan lainnya serta ada rasa tak nyaman di dada.
Jika muncul tanda-tanda di atas, ada kemungkinan anak menderita penyakit asma.
Tiap anak memiliki gejala asma yang berbeda satu dengan lainnya.
Ada yang terbangun pada malam hari karena batuk namun merasa nyaman karena pagi hari batuknya reda. Sementara, ada anak yang batuk dan pilek sepanjang hari.
Meski ada beberapa hal yang bisa jadi pemicu asma, namun demikian, faktor keturunan juga perlu dipertimbangkan. Anak yang memiliki orang tua dengan riwayat keluarga menderita asma, mungkin juga akan menderita asma.