Tidak ada manusia yang sempurna. Manusia bisa memastikan hal-hal apa yang bisa diubahnya dan hal-hal apa yang tidak bisa diubahnya.
Manusia tidak bisa mengubah dengan apa dia dilahirkan. Tapi dengan kekuatannya sendiri, dia bisa berupaya mengubah caranya memanfaatkan hal-hal tersebut. Teori psikologi Adler menyebutnya dengan istilah “kepasrahan positif”.
Anda hanya perlu berfokus pada apa yang bisa diubah, ketimbang berfokus pada apa yang tidak bisa diubahnya. Menerima “inilah aku” seperti apa adanya. Dan memiliki keberanian untuk mengubah apa yang bisa diubahnya. Ini yang disebut dengan penerimaan diri.
Konsep ini jika dihubungkan pada urusan keyakinan dalam beragama, maka bermohonlah kepada Tuhan yang Maha Esa agar diberi kedamaian untuk dapat menerima hal-hal yang tidak bisa Anda ubah serta keberanian untuk mengubah hal-hal yang bisa diubah.
Karena Anda tidak kekurangan kemampuan, Anda hanya kurang keberanian. Semua itu bermuara kepada keberanian.
Maka inilah jawaban sederhana untuk menjawab pertanyaan manusia yang masih mempertanyakan letak kebahagiaan. Ketidakbahagiaan terbesar adalah tidak mampu menyukai diri sendiri.
Perasaan bahwa “aku bermanfaat bagi orang-orang disekitarku” atau “aku berguna bagi orang lain” adalah satu-satunya hal yang bisa memberi orang kesadaran yang sesungguhnya bahwa dia bernilai.
Jadi definisi kebahagiaan adalah perasaan untuk berkontribusi. Namun yang perlu dicatat adalah, kalau cara seseorang mendapatkan perasaan berkontribusi ternyata adalah “diakui oleh orang lain”, dalam jangka panjang, dia tidak akan punya pilihan selain berjalan menyusuri hidup sesuai harapan orang lain.
Karena tidak ada kebahagiaan dalam perasaan untuk berkontribusi yang diperoleh melalui hasrat untuk diakui.
Kalau seseorang benar-benar memiliki perasaan telah berkontribusi, dia tidak lagi memerlukan pengakuan dari orang lain. Karena dia sudah memiliki kesadaran yang sesungguhnya bahwa “aku berguna bagi seseorang”, tanpa perlu mengeluarkan upaya lebih untuk bisa diakui oleh orang lain.
“ Kita tidak kekurangan kemampuan, kita hanya kurang keberanian. Semua itu bermuara kepada keberanian.”
Ichiro Kisimi