Setiap hari seorang anak akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan diri. Saat usia puber, anak membutuhkan bimbingan orang tua karena seringkali mereka belum mampu melakukan pengendalian emosi serta dorongan dari dalam diri.
Timbulnya perilaku destruktif seorang anak bisa dihindari jika orang tua, guru dan lingkungan melakukan pencegahan dengan mencoba memahami mengapa mereka bersikap demikian.
Anda juga harus membantu anak untuk mengembangkan kecerdasan emosional (EQ), selain kecerdasan intelektualnya (IQ). Banyak orang tua yang hanya fokus pada IQ saja. Padahal, anak mampu memahami suasana hatinya dengan baik jika memiliki EQ yang memadai.
Dengan perkembangan zaman, anak mendapat asupan gizi yang lebih baik dibandingkan generasi sebelumnya. Tidak ada masalah dalam perkembangan fisik, namun masalahnya terkadang jiwanya tidak berkembang sebaik tubuhnya.
Jika perkembangan fisik tidak dibarengi dengan perkembangan mental, maka anak akan tumbuh besar tanpa kematangan jiwa. Inilah yang disebut “matang semu”.
Anak yang matang semu cenderung tidak tahu sopan santun, tidak memiliki rasa bersalah serta cenderung impulsif. Dalam situasi normal mereka terlihat biasa saja, namun akan terlihat berbeda saat mereka mengalami konflik dengan orang di sekitarnya. Tidak sedikit mereka yang sudah berusia dua puluh tahunan namun masih berkelakuan seperti anak usia 5-6 tahun dalam mengatasi konflik.
Ciri-ciri dari anak matang semu antara lain:
Anak matang semu terbentuk dari kombinasi berbagai faktor, antara lain akibat terpapar perangkat digital terlalu banyak, tidak diperhatikan orang tua secara maksimal saat pertumbuhan serta tidak diajari cara mengontrol emosi.
Semakin sering seorang anak terpapar perangkat digital maka semakin besar juga risikonya menjadi matang semu.